Hari Hutan Indonesia, Momentum Menjaga Padang dari Sampah
Lian Nauli
Setiap tanggal 7 Agustus, bangsa Indonesia memperingati Hari Hutan Indonesia sebagai pengingat akan pentingnya menjaga ekosistem hutan yang menjadi paru-paru kehidupan. Namun, peringatan ini seharusnya tidak hanya menjadi seremoni tahunan, melainkan momentum reflektif untuk menjadi momen kebangkitan kesadaran ekologis, bukan sekadar perayaan simbolik. Bicara tentang pelestarian hutan, kita sering lupa bahwa ancaman terhadap lingkungan tidak hanya datang dari illegal logging atau kebakaran hutan tetapi juga dari sampah yang berserakan di kota-kota kita.
Kota Padang adalah contoh nyata dari permasalahan ini, kota yang dikenal dengan keindahan alam dan kekayaan budaya Minangkabau, kini menghadapi krisis kebersihan yang semakin mengkhawatirkan. Di sudut-sudut jalan, di saluran air yang tersumbat oleh sampah, bahkan di kawasan wisata, sampah plastik, sterofoam, dan limbah rumah tangga berserakan tanpa kendali sudah menjadi pemandangan yang mudah ditemui ini bukan hanya mencoreng wajah kota, tetapi juga menjadi ancaman nyata bagi ekosistem kota Padang.
Kenyataan pahitnya sudah menjadi rahasia umum banyak warga yang masih menganggap sungai sebagai saluran praktis untuk membuang sampah, tanpa memikirkan dampaknya terhadap alam, fenomena ini bukan sekadar masalah teknis, tapi cerminan dari krisis kesadaran terhadap lingkungan. Kita yakin sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa sampah yang dibuang ke sungai tidak hilang begitu saja ia akan berpindah-pindah, menyumbat drainase-drainase dan akan menyebabkan banjir , mencemari laut, dan mengancam ekosistem air.
Dan tidak kalah mengerikannya mikroplastik yang berasal dari limbah kota bisa masuk ke rantai makanan satwa liar, merusak tanah, dan mengganggu regenerasi pohon. Artinya, kebersihan kota bukan isu terpisah dari pelestarian hutan keduanya saling terkait dan saling memengaruhi.
Ironisnya, perilaku ini terjadi di tengah berbagai macam kampanye kebersihan dan program pemerintah kota Padang yang terkesan setengah hati dalam menyelesaikan persoalan sampah, sudah saatnya pemerintah kota padang berfikir untuk bagaimana mengelola sampah bukan hanya sekedar memikirkan bagaimana cara memungut retribusi dari masyarakat,
Pelaksanaan PERDA kota Padang NO 1 TAHUN 2024 dengan menggunakan PDAM sebagai lembaga pemungut retribusi sampah merupakan gambaran betapa pemerintah tidak mau repot dan berfikir profit orieted terhadap masyarakat, bukan berfikir bagaimana menghadirkan program yang kongkrit untuk menaggulangi persoalan sampah melalui dinas lingkungan hidup.
artinya aturan semestinya dibarengi dengan upaya perubahan pola pikir dan budaya buang sampah sembarangan. Kita tidak bisa terus menyalahkan pemerintah jika kita sendiri masih menormalisasi pembuangan sampah sembarangan.
Sudah saatnya semua stakeholder baik pemerintah,warga dan generasi muda Padang sadar untuk mulai meningkatkan Edukasi lingkungan harus diperkuat, sistem pengelolaan sampah diperbaiki, dan kesadaran kolektif dibangun. Karena hutan yang lestari tidak akan pernah ada jika kota tempat kita tinggal terus dibiarkan kotor dan tercemar. Itu bukan tugas orang lain itu tanggung jawab kita bersama. Sungai, alam bukan tempat sampah. Ia adalah sumber kehidupan, bagian dari warisan alam yang harus dijaga. Jika kita ingin anak cucu menikmati alam Padang yang asri, kita harus mulai dari hal sederhana yaitu stop menormalisasi buang sampah sembarangan,buanglah sampah pada tempatnya.
Peringatan Hari Hutan Indonesia harus menjadi alarm keras bagi kita semua bahwa menjaga hutan dimulai dari menjaga lingkungan terdekat. Jika kita tidak bisa menjaga kebersihan jalanan (lingkungan) di Padang, bagaimana mungkin kita bisa bicara tentang pelestarian hutan yang jauh dari pandangan mata?
Bumi yang Hijau Adalah Warisan Untuk Anak Cucukita.
Salam Lestari!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar