Oleh : M Rafi Ariansyah, S.AP, M.AP
(Dosen Administrasi Publik/Pengamat Kebijakan Publik)
Kota Padang melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mengelola dana zakat dengan mempedomani Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 mengenai penyelenggaraan zakat berdasarkan awal pelaksanaan sampai penyalurannya guna mempertinggi kepercayaan publik terhadap lembaga zakat. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Padang adalah badan yang dibentuk pemerintah untuk mengelola zakat di tingkat Kota.
Berdasarkan hasil investigasi yang kami lakukan 6 bulan terakhir terkait pengelolaan dana zakat yang didistribusikan oleh lembaga BAZNAS Kota Padang maka ditemukan pelanggaran-pelanggaran terkait pengadaan, pendistribusian, dan dugaan nepotisme alias sikap tebang pilih berdasarkan hubungan keluarga, pilihan politik dalam memberikan bantuan kepada masyarakat. BAZNAS Kota Padang seharusnya memastikan pendistribusian zakat dapat dilakukan secara transparan baik dari segi pemberian bantuan maupun dalam segi pelaporan keuangan BAZNAS, namun faktanya pendistribusian tersebut tidak terlepas dari praktek nepotisme dimana BAZNAS Kota Padang memprioritaskan bantuan kepada kerabat/keluarga, orang-orang yang memiliki pendangan politik yang sama, serta BAZNAS Kota Padang tidak mempriotaskan pemberian bantuan kepada masyarakat yang benar-benar termasuk kedalam kategori fakir atau miskin.
Pendistribusian bantuan yang dilakukan oleh BAZNAS Kota Padang ini tentu tidak sejalan dengan Amanat Undang-Undang No 37 Tahun 2008 yang mana persoalan nepotisme tergolong kedalam bentuk tindakan maladministrasi. Artinya orang-orang yang tidak termasuk kriteria fakir dan miskin justru mendapatkan bantuan dari BAZNAS Kota Padang karena diduga orang-orang tersebut merupakan bagian dari kerabat/keluarga dari beberapa Oknum Petugas BAZNAS Kota Padang.
M Rafi Ariansyah S.AP, M.AP sebagai pengamat kebijakan Publik di Kota Padang menjelaskan bahwa “…Investigasi yang kami lakukan pada kurun waktu 6 Bulan terakhir maka ditemukan pengelolaan keuangan BAZNAS dinilai cacat administrasi dan tergolong nepotisme, petugas yang mengelola BAZNAS seharusnya berasal dari petugas independen yang tidak bisa diintervensi oleh kepentingan politik apapun namun faktanya yang kami temukan bahwa banyak petugas BAZNAS Kota Padang yang berafiliasi pada pilihan politik tertentu dan merupakan bagian dari afiliasi partai politik sehingga BAZNAS Kota Padang tidak menggambarkan SDMnya adalah SDM unggul dan independen”
Salah satu tanggung jawab utama BAZNAS Kota Padang adalah menerapkan sistem akuntansi keuangan yang baik untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat. Para ahli seperti Ellwood (1993) menjelaskan bahwa ada empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu akuntabilitas kejujuran dan hukum, akuntabilitas program, akuntabilitas proses, dan akuntabilitas kebijakan. Berdasarkan pengamatan lapangan, minimnya informasi publik tentang pengelolaan dana zakat yang dilakukan oleh BAZNAS Kota Padang menjadi masalah utama. Pemerintah perlu mengambil langkah untuk menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan zakat agar muzakki mendapatkan kejelasan tentang bagaimana zakat yang dikelola di Kota Padang ini.
Lebih jauh, Rafi yang merupakan seorang akademisi bidang Administrasi Publik lulusan dari Universitas Negeri Padang ini menerangkan bahwa “…Sangat disayangkan Kota Padang memiliki lembaga BAZNAS yang seharusnya independen namun dikuasai oleh aktor-aktor politik yang mencari makan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, saya meminta lembaga yang berwenang seperti DPRD Kota Padang ini harus dilakukan pemanggilan khusus kepada Ketua BAZNAS Kota Padang karna kita tidak ingin lagi kenyadian di Tahun 2022 terulang lagi dimana ditemukan bukti bahwa Ketua BAZNAS Kota Padang waktu itu meminjamkan dana BAZNAS kepada pihak yayasan sebesar Rp. 350 Juta dan ini adalah tamparan keras kepada pihak BAZNAS Kota Padang karena tidak memiliki akal sehat dan kesadaran bahwa uang yang dikelola adalah uang umat malah digunakan untuk investasi dan mencari keuntungan serta melegalkan praktek riba”
Transparansi berarti menyampaikan laporan kepada semua pihak yang terlibat secara terbuka. Ini mencakup semua elemen dasar dari proses pengambilan keputusan dan prosedur untuk melaksanakan kegiatan.
Oleh karena itu, BAZNAS harus mempublikasikan laporan keuangan yang komprehensif serta kegiatan terkini untuk mendapatkan kepercayaan publik. Pemahaman mengenai prinsip transparansi umumnya berasal dari penerapan indikator-indikator transparansi yang ditetapkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance. Beberapa indikator tersebut yaitu 1) Rencana Kerja Tahunan, 2) Penyediaan informasi laporan keuangan berkala triwulan, tengah tahunan, dan tahunan, 3) Sistem akuntansi berbasis standar akuntansi, 4) Penggunaan teknologi informasi dalam sistem pelaporan kegiatan dan keuangan, dan 5) Sistem Informasi Manajemen.
Sebagai Pengamat Kebijakan Publik di Kota Padang, Rafi menyampaikan bahwa “…Bentuk tanggung jawab yang 5 point ini saja tidak dijalankan sesuai aturan oleh BAZNAS Kota Padang, tidak ada rencana kerja tahunan BAZNAS Kota Padang yang jelas dan diketahui oleh public, tidak ada penyediaan informasi laporan keuangan berkala baik per triwulan, tengah tahunan, dan tahunan yang disediakan oleh BAZNAS Kota Padang. Ini seharusnya dilakukan sosialisasi kepada masyarakat agar siapapun pihak dapat mengakses dan menganalisis data tersebut sehingga pengawasan yang ketat dapat mewujudkan pengelolaan keuangan BAZNAS Kota Padang yang sehat, transparansi dan bisa dipertanggungjawabkan, berdasarkan temuan kami dilapangan dalam investigasi yang dilakukan secara independen maka ditemukan banyaknya pihak-pihak yang kecewa atas pengajuan proposal-proposal kegiatan keagamaan kepada pihak BAZNAS Kota Padang yang mana proposal tersebut ditolak sedangkan pada saat pelaporan pihak BAZNAS Kota Padang diduga memclaim bahwa bantuan itu diberikan dan ini murni termasuk kepada kategori SPJ fiktir, SPJ fiktif seringkali digunakan untuk menutupi penyalahgunaan dana atau anggaran, seperti mark-up harga, penggelembungan biaya, atau bahkan membiayai kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan tindakan ini termasuk kedalam bentuk tindakan dzolim yang dilakukan oleh pihak BAZNAS Kota Padang kepada masyarakat Kota Padang yang tergolong fakir/miskin yang seharusnya berhak mendapatkan bantuan tersebut”
Hal ini tentu tidak sejalan dengan Pasal 263 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang mengatur tentang pemalsuan surat. SPJ fiktif dapat dianggap sebagai pemalsuan surat karena merupakan dokumen yang dipalsukan atau dibuat tidak sesuai dengan fakta. Pelaku bisa dipidana penjara paling lama 6 tahun. Tindakan ini juga telah melanggar UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru Pasal 391 mengatur sanksi yang sama untuk pemalsuan surat, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun.
Selanjutnya, M Rafi Ariansyah S.AP, M.AP juga melihat beberapa pemberitaan akhir-akhir ini bahwa diduga telah terjadi pengancaman kepada Mahasiswa bernama Khairul Anas yang merupakan aktivis dan mahasiswa disalah satu perguruan tinggi di Kota Padang. Rafi menyebutkan bahwa “…Tindakan pengancaman kepada mahasiswa ini adalah bentuk tindakan yang tidak memiliki etika, petugas BAZNAS Kota Padang seharusnya sadar posisinya, kalau takut dan tidak tahan dengan kritikan ya berhenti gak usah menjadi pengelola, masih banyak orang yang memiliki kompeten yang mampu mengelola keuangan BAZNAS Kota Padang ini, jika kalian tidak memiliki etika dan tidak kompeten ya silahkan berbisnis dan berwirausaha. Jika seseorang oknum petugas BAZNAS Kota Padang tersebut telah mengirimkan pesan dan berupa ancaman atau kekerasan melalui via whatsApp, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 29 UU ITE jo. Pasal 45B UU 1/2024 yang mana dapat diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 Juta. Tutup Rafi”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar