Notification

×

GAMIES INDONESIA

INDEKS BERITA

Dari Kata Maaf ke Agenda 17+8: Mahasiswa dan Pemuda Sebagai Pengawal Demokrasi Sumatera Barat

05/09/2025 | 18:49 WIB Last Updated 2025-09-05T11:49:46Z

 


           _Oleh: Rifki Fernanda Sikumbang_

Founder Yayasan Rumah Aktivis Sejahtera (RASH) dan MPI DPD KNPI Sumatera Barat.


“Maaf  adalah janji, bahwa kesalahan ini takkan dibiarkan berulang"


Aksi damai mahasiswa dan masyarakat Sumatera Barat pada 1 September 2025 melahirkan momentum politik yang berharga. Dari empat belas wakil rakyat yang duduk di DPR RI, tiga belas menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat. Hanya satu, Athari Gauthi Ardi, yang tidak mengucapkan kata maaf. Fenomena ini memperlihatkan dua wajah politik sekaligus: kerendahan hati di satu sisi, dan jarak komunikasi di sisi lain. Kata maaf yang diucapkan Alex Indra Lukman, Andre Rosiade, Benny Utama, hingga Shadiq Pasadigoe berulang-ulang memakai frasa “belum maksimal.” Namun rakyat tidak bisa terus-menerus hidup dengan alasan yang sama. Rakyat menuntut solusi, bukan sekadar pengakuan.


Ketiadaan ucapan maaf dari Athari semakin menajamkan kontras. Ketika yang lain menundukkan kepala, ia memilih diam. Dalam budaya Minangkabau, maaf bukan sekadar kata, tetapi etika sosial untuk merawat hubungan. Maka diam di saat rakyat menunggu kerendahan hati bisa dibaca sebagai hilangnya momentum untuk merajut kepercayaan. Di sinilah publik butuh tidak hanya ucapan, tetapi juga tindakan nyata. Pengawal.


*Peran Pemuda & Mahasiswa Menjaga Kata "Maaf"*


Generasi muda, khususnya mahasiswa, tidak boleh hanya menjadi penonton dari drama kata maaf ini. Mereka harus berdiri sebagai social auditor, pengawas kritis yang memastikan 14 kursi DPR RI Sumbar benar-benar bekerja untuk rakyat. Mahasiswa & pemuda punya ruang dan energi untuk mengubah maaf menjadi agenda nyata: membentuk forum rakyat, menyusun laporan independen, hingga memanfaatkan media sosial sebagai kanal kritik cerdas. Tanpa pengawalan generasi muda, maaf akan kembali menjadi basa-basi. Pengawal.


Kerangka kerja bagi mahasiswa dan pemuda sudah tersedia: tuntutan 17+8 rakyat.

17 tuntutan jangka pendek menekankan langkah segera: penghentian kekerasan aparat, pembebasan demonstran, pembekuan tunjangan DPR, transparansi anggaran, hingga jaminan upah layak bagi pekerja.

8 tuntutan jangka panjang berfokus pada reformasi struktural: pembenahan DPR, reformasi partai politik, penguatan KPK, pengesahan UU Perampasan Aset, reformasi Polri, hingga evaluasi kebijakan ekonomi.


Agenda ini adalah peta jalan yang bisa dipakai mahasiswa untuk menagih janji wakil rakyat Sumbar. Dengan pengawalan itu, kata maaf dari Andre Rosiade di Komisi VI bisa diubah menjadi transparansi BUMN, atau janji Lisda Hendrajoni di Komisi X bisa diterjemahkan ke akses pendidikan dan pariwisata yang berkeadilan.



17+8 Tuntutan Rakyat

Dalam 1 Minggu (Deadline: 5 Sept)

- Bentuk Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, maupun semua korban kekerasan dan pelanggaran HAM selama demonstrasi 28–30 Agustus dengan mandat jelas dan transparan.

- Hentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, kembalikan TNI ke barak.

- Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.

- Tangkap, adili, dan proses hukum secara transparan para anggota dan komandan yang memerintahkan serta melakukan tindak kekerasan.

- Hentikan kekerasan oleh kepolisian dan taati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia.

- Bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru. Publikasikan transparansi anggaran DPR (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas) secara proaktif dan dilaporkan secara berkala.

- Selidiki kepemilikan harta anggota DPR yang bermasalah oleh KPK.

- Dorong Badan Kehormatan DPR untuk memeriksa anggota yang melecehkan aspirasi rakyat.

- Partai harus pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader partai yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.

- Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.

- Anggota DPR harus melibatkan diri di ruang dialog publik bersama mahasiswa dan masyarakat sipil guna meningkatkan fungsi dialog bermakna.

- Tegakkan disiplin internal aparat agar TNI tidak masuk sipil dan Polri lebih humanis.

- Komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil dalam demokrasi.

- Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (guru, nakes, buruh, mitra ojol).

- Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi pekerja rentan.

- Buka dialog dengan serikat buruh untuk soal upah minimum dan outsourcing.

Dalam 1 Tahun (Deadline: 31/8/2026)

- Bersihkan dan Reformasi DPR besar-besaran.

- Reformasi Partai Politik dan kuatkan pengawasan eksekutif.

- Susun Rencana Reformasi Perpajakan yang lebih adil.

- Sahkan dan tegakkan UU Perampasan Aset Koruptor, serta penguatan pemberantasan korupsi.

- Independensi KPK, dan penguatan UU Tipikor.

- Reformasi Kepolisian agar profesional dan humanis.

- TNI kembali ke barak, tanpa pengecualian.

- Perkuat Komnas HAM dan lembaga pengawas independen.

- Tinjau ulang kebijakan sektor ekonomi & ketenagakerjaan.


*Catatan Akhir*


Tiga belas anggota DPR RI Sumbar sudah mengucapkan maaf, satu belum. Tetapi masalah utama bukan siapa yang meminta maaf atau tidak, melainkan bagaimana rakyat memastikan maaf berubah menjadi kerja nyata. Generasi muda Minangkabau, terutama mahasiswa dan Pemuda, adalah kunci pengawalan. Mereka harus mengawal janji, mengawal agenda 17+8, dan mengawal arah pembangunan Sumatera Barat.

Maaf adalah pintu. 17+8 adalah peta jalan. Mahasiswa & Pemuda adalah pengawal. Sumatera Barat adalah rumah yang harus diperjuangkan bersama. Jika keempat hal ini berpadu, maka politik kita tidak lagi terjebak dalam retorika, melainkan bergerak menuju keadilan dan kesejahteraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update